MAKALAH RASMUL QUR’AN

    MAKALAH

RASMUL QUR’AN


Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ulumul Quran
Dosen Pengampu : Wawan Mulyawan, M.Si

 

 

Description: C:\Users\CLOUDS\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\Logo Unisa.jpg

 

 

Disusun Oleh :

Kelompok 6


Badru Tamam                20211011084

Pina Auliya Fahrun Nisa          20211011078

Novan Erlangga               20211011103

Iim Salim                    20211011107


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN AJARAN 2020-2021

UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA

Jalan Mayasih No.11, Cigugur, Kec. Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat 45552




KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kita ucapkan. Atas rahmat dan karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shawalat serta salam tercurah pada Rasulullah SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita kelak. Aamiin.

Makalah dengan judul “ Rasmul Qur’an ” dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an. 

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu penyelesaian makalah Ulumul Quran.

Penulis juga berharap agar isi makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan penulisan. Kritik yang terbuka dan membangun sangat penulis nantikan demi kesempurnaan makalah. Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan. Terima kasih atas semua pihak yang membantu penyusunan dan membaca makalah ini.

 

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kuningan, 21 Aprril 2021

 

Penulis








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................1

C. Tujuan.................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................2

A. Pengertian Rasmul Qur’an.................................................................................2

B. Pendapat Para Ulama Tentang Rasmul Qur’an..................................................3

C. Kaitan Rasmul Qur’an dengan Qira’at................................................................5

BAB III PENUTUP ......................................................................................................7

Kesimpulan ............................................................................................................7

Keritik Dan Saran ...................................................................................................7

Daftar Isi.................................................................................................................8













BAB I

PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang 

Rasmul qur’an merupakan salah satu bagian disiplin ilmu alqur’an yang mana di dalamnya mempelajari tentang penulisan Mushaf Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Rasimul Qur’an dikenal juga dengan nama Rasm Utsmani.

Tulisan al-Quran ‘Utsmani adalah tulisan yang dinisbatkan kepada sayyidina utsman ra. (Khalifah ke III). Istilah ini muncul setelah rampungnya penyalinan al-Quran yang dilakukan oleh team yang dibentuk oleh Ustman  pada tahun 25H. oleh para Ulama cara penulisan ini biasanya di istilahkan dengan “Rasmul ‘Utsmani’. Yang kemudian dinisbatkan kepada Amirul Mukminin Ustman ra.

Para Ulama berbeda pendapat tentang penulisan ini, diantara mereka ada yang berpendapat bahwa tulisan tersebut bersifat taufiqi (ketetapan langsung dari Rasulullah), mereka berlandaskan riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah menerangkan kepada salah satu Kuttab (juru tulis wahyu) yaitu Mu’awiyah  tentang tatacara penulisan wahyu. diantara Ulama yang berpegang teguh pada pendapat ini adalah Ibnul al-Mubarak dalam kitabnya “al-Ibriz” yang menukil perkataan gurunya “ Abdul ‘Aziz al-Dibagh”, “bahwa tlisan yang terdapat pada Rasm ‘Utsmani semuanya memiliki rahasia-rahasia dan tidak ada satupun sahabat yang memiliki andil, sepertihalnya diketahui bahwa al-Quran adalh mu’jizat begitupula tulisannya”. Namun disisi lain, ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa, Rasmul Ustmani bukanlah tauqifi, tapi hanyalah tatacara penulisan al-Quran saja.

Makalah yang kami buat untuk membahas tentang pengertian Rasm Al-Qur’an, dan tentang pendapat rasmul qur’an serta kaitannya dengan qiaraah. Untuk lebih jelasnya pada bab selanjutnya akan dibahas secara terperinci. 2.      


  1. Rumusan Masalah 

Apa pengertian rasmul qur’an? 

Apa pendapat para ulama tentang rasmul qur’an? 

Bagaimana kaitanya rasmul qur’an dengan qiraah?


  1. Tujuan Penulisan 

Makalah ini dimaksudkan agar kita lebih mengerti tentang ilmu al qur’an, khususnya tentang ilmu rasmul qur’an. Dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya bagi diri kami sendiri. 










































BAB II

PEMBAHASAN


  1. Pengertian Rasmul Qur’an dari Berbagai Sumber 


        Rasmul Al-Qur’an atau yang lebih dikenal dengan  Ar-Rasm Al-‘Utsmani lil Mushaf (penulisan mushaf Utsmani) adalah : Suatu metode khusus dalam penulisan Al-Qur’an yang di tempuh oleh Zaid bin Tsabit bersama tiga orang Quraisy yang di setujui oleh Utsman.          

  Rasmul al-Qur’an yaitu : Penulisan Al-Qur’an yang dilakukan oleh 4 sahabat yang dikepalai oleh Zaid bin Tsabit, dibantu tiga sahabat yaitu Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan yang dilatar belakangi oleh saran dari Umar bin Khattab kepada Abu Bakar, kemudian keduanya meminta kepada Zaid bin Tsabit selaku penulis wahyu pada zaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam untuk mengumpulkan (menulis) Al-Qur’an  karena banyaknya para sahabat dan khususnya 700 penghafal Al-Qur’an syahid pada perang Yamamah.

Metode khusus dalam Al-Qur’an yang digunakan oleh 4 sahabat yaitu: Zaid bin Tsabit, Ubay ibn Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan bersama  disetujui oleh khalifah Utsman. Istilah rasmul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan al-Qur’an yang digunakan Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an. Yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari, Mus bin zubair, Said bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu. Para ulama meringkas kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu :

  1. Al–Hadzf (membuang,menghilangkan,atau meniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan huruf alif pada ya’ nida’ (يَََآَ يها النا س ). 2. 

  2. Al – Jiyadah (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau 

yang mempunyai hokum jama’ (بنوا اسرا ئيل ) dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzah yang terletak di atas lukisan wawu ( تالله تفتؤا).    

  1. Al – Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun, ditulis dengan huruf ber-harakat yang sebelunya, contoh (ائذن ). 4. 

  2. Badal (penggantian), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata (الصلوة).

  3. Washal dan fashl(penyambungan dan pemisahan),seperti kata kul yang diiringi dengan kata ma ditulis dengan disambung ( كلما ).

  4. Kata yang dapat di baca dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi,penulisanya disesuaikan dengan salah salah satu bunyinya. Di dalam mushaf ustmani,penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif, contohnya,(ملك يوم الدين ). Ayt ini boleh dibaca dengan menetapkan alif(yakni dibaca dua alif), boleh juga dengan hanya menurut bunyi harakat(yakni dibaca satu alif). 


  1. Pendapat Para Ulama Tentang Rasmul Qur’an.


  Para ulama telah berbeda pendapat mengenai status rasmul Al-Qur’an ini. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasmul qur’an bersifat tauqifi.yang mana mereka merujuk pada sebuah riwayat yang menginformasikan bahwa nabi pernah berpesan kepada mu’awiyah,salah seorang seketarisnya, “Ambillah tinta, tulislah huruf” dengan qalam (pena), rentangkan huruf “baa”, bedakan huruf “siin”, jangan merapatkan lubang huruf “miim”, tulis lafadz “Allah” yang baik, panjangkan lafadz “Ar-Rahman”, dan tulislah lafadz “Ar-Rahim” yang indah kemudian letakkan qalam-mu pada telinga kiri, ia akan selalu mengingat Engkau. Merekapun mengutip pernyataan Ibnu Mubarak :“Tidak seujung rambutpun dari huruf Qur’ani yang ditulis oleh seorang sahabat Nabi atau lainnya. Rasm Qur’ani adalah tauqif dari Nabi (yakni atas dasar petunjuk dan tuntunan langsung dari Rasulullah SAW). Beliaulah yang menyuruh mereka (para sahabat) menulis rasm qur’ani itu dalam bentuk yang kita kenal, termasuk tambahan huruf alif dan pengurangannya, untuk kepentingan rahasia yang tidak dapat dijangkau akal fikiran, yaitu rahasia yang dikhususkan Allah bagi kitab-kitab suci lainnya”. 

Sebagian besar para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bukan tauqifi,tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui oleh ustman dan diterima umat,sehingga wajib diikuti dan di taati siapapun yang menulis alqur’an. Tidak yang boleh menyalahinnya, banyak ulama terkemuka yang menyatakan perlunya konsistensi menggunakan rasmul ustmani. 

Dengan demikian, kewajiban mengikuti pola penulisan Al Qur’an versi Mushaf ‘Utsmani diperselisihkan para ulama. Ada yang mengatakan wajib, dengan alasan bahwa pola tersebut merupakan petunjuk Nabi (tauqifi). Pola itu harus dipertahankan walaupun beberapa di antaranya menyalahi kaidah penulisan yang telah dibakukan. Bahkan Imam Ahmad ibn Hanbal dan Imam Malik berpendapat haram hukumnya menulis Al Qur’an menyalahi rasm ‘Utsmani. Bagaimanpun, pola tersebut sudah merupakan kesepakatan ulama mayoritas (jumhur ulama). 

Ulama yang tidak mengakui rasm ‘Utsmani sebagai rasm tauqifi, berpendapat bahwa tidak ada masalah jika Al Qur’an ditulis dengan pola penulisan standar (rasm imla’i). Soal pola penulisan diserahkan kepada pembaca. Kalau pembaca lebih mudah dengan rasm imla’i, ia dapat menulisnya dengan pola tersebut, karena pola penulisan itu hanya simbol pembacaan, dan tidak mempengaruhi makna Al Qur’an. 



  1. Kaitan Rusmul Qur’an Dengan Qira’at 


Secara etimologi Qiraat adalah jamak dari Qira’ah, yang berarti ‘bacaan’, dan ia adalah masdar (verbal noun) dari Qara’a. Secara terminologi atau istilah ilmiyah Qiraat adalah salah satu Mazhab (aliran) pengucapan Qur’an yang dipilih oleh seorang imam qurra’ sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab yang lainya.

Qiraat ini ditetapkan berdasarkan sabad-sanadnya sampai kepada Rasulullah. Periode qurra’ (ahli / imam qiraat) yang mengajarkan bacaan Qur’an kepada orang-orang menurut cara mereka masing-masing adlah dengan berpedoman kepada masa para sahabat.diantara para sahabat yang terkenal yang mengajarkan qiraat ialah Ubai, Ali, Zaid bin Sabit, Ibn Mas’ud, Abu Musa Al-Asy’ari dan lain-lain. Dari mereka itulah sebagian besar sahabat dan Tabi’in di berbagai negri belajar qira’at yang semuanya bersandar kepada Rasulullah.

Sahabat-sahabat nabi terdiri dari beberapa golongan. Tiap-tiap golongan itu mempunya lahjah (bunyi suara / sebutan) yang berlainan satu sama lain. Memaksa mereka menyebut pembacaan atau membunyikan al-Qur’an dengan lahjah yang tidak mereka biasakan, suatu hal menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah Yang Maha Bijaksana menurunkan al-Qur’an dengan lahjah-lahjah yang biasa dipakai oleh golongan Quraisy dan oleh golongan-golongan yang lain di tanah Arab. Oleh karna itu menghasilkan bacaan al-Qur’an dalam berbagai rupa atau macam bunyi lahjah. Dan bunyi lahjah yang biasa ditanah Arab ada tujuh macam. Di samping itu ada beberapa lahjah lagi. Sahabt-sahabat nabi menerima al-Qur’an dari nabi menurut lahjah bahasa golonganya. Dan masing-masing mereka meriwayatkan al-Qur’an menurut lahjah mereka sendiri. Sesudah itu munculah segolongan ulama yang serius mendalami ilmu qira’at sehingga mereka menjadi pemuka qira’at yang dipegangi dan dipercayai. Oleh karena mereka semata-mata mendalami qira’at untuk mendakwahkan al-Qur’an pada umatnya sesuai dengan lahjah tadi. Kemudian muncullah qurra-qurra yang kian hari kian banyak. Maka ada diantara mereka yang mempunyai keteguhan tilawahnya, lagi masyhu, mempunyai riwayah dan dirayah dan ada diantara mereka yang hanya mempunyai sesuatu sifat saja dari sifat-sifat tersebut yang menimbulkan perselisihan yang banyak.

Untuk menghindarkan umat dari kekeliruan para ulama berusaha menerangkan mana yang hak mana yang batil. Maka segala qira’at yang dapat disesuaikan dengan bahasa arab dan dapat disesuaikan dengan salah satu mushaf Usmani serta sah pula sanadnya dipandang qira’at yang bebas masuk kedalam qira’at tujuh, maupun diterimanya dari imam yang sepuluh ataupun dari yang lain.

Meskipun mushaf Utsmani tetap dianggap sebagai satu-satunya mushaf yang dijadikan pegangan bagi umat Islam diseluruh dunia dalam pembacaan Al-Qur’an, namun demikian masih terdapat juga perbedaan dalam pembacaan. Hal ini disebabkan penulisan Al-Qur’an itu sendiri pada waktu itu belum mengenal adanya tanda-tanda titik pada huruf-huruf yang hampir sama dan belum ada baris harakat.

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa keberadaan mushaf ‘ustmani yang tidak berharakat dan bertitik ternyata masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai qira’at. Hal itu di buktikan dengan masih terdapatnya keragaman cara membaca Al-Qur’an. 

Dengan demikian hubungan rasmul Qur’an dengan Qira’at sangat erat. Karena semakin lengkap petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan untuk mengungkap pengertian-pengertian yang terkandung didalam Al-Qur’an.Untuk mengatasi permasalahan tersebut Abu Aswad Ad-Duali berusaha menghilangkan kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh orang-orang Islam non Arab dalam membaca Al-Qur’an dengan memberikan tanda-tanda yang diperlukan untuk menolong mereka membaca ayat-ayat al-Qur’an dan memahami kandungan ayat-ayat al-Qur’an tersebut. 


























BAB III

PENUTUP

Kesimpulan


  1. Rasmul qur’an atau rasmul ustmani adalah tata cara menuliskan Al-qur’an yang ditetapkan pada masa khalifah ustman bin affan dengan kaidah-kaidah tertentu.

  2. Sebagian para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bersifat tauqifi, tapi sebagian besar para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bukan tauqifi,tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui ustman dan diterima umatnya,sehingga wajib wajib diikuti dan di taati siapa pun ketika menulis al-qur’an. Tidak boleh ada yang menyalahinya.

  3. Hubungan antara rasmul qur’an dan qira’ah sangat erat sekali Karena semakin lengkap petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan untuk mengungkap pengertian-pengertian yang terkandung didalam Al-qur’an.Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa keberadaan mushaf ‘ustmani yang tidak berharakat dan bertitik ternyata masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai qira’at. Hal itu di buktikan dengan masih terdapatnya keragaman cara membaca Al-Qur’an.


Kritik dan saran 

Dari pemaparan kami di atas mungkin banyak kekeliruan atau kesalahan dalam penuliasan,oleh karna itu kami mohon kritik dan sarannya agar kami bisa belajar dan memperbaiki kesalahan kami. Atas kekurangannya kami mohon maaf. 

















DAFTAR PUSTAKA


Al-Qaththan, Manna’, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, Cetakan ketujuh, Februari 2012.

M.Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an / Tafsir. Jakarta : Bulan Bintang, Cetakan ketigabelas,  Tahun 1990.

Khalil, al-Qattan Manna, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta : PT Pustaka Antar Nusa, Tahun 1994

Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, Cetakan ketujuh, Februari 2012, halaman 150.

M.Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an / Tafsir. Jakarta : Bulan Bintang, Cetakan ketigabelas,  Tahun 1990, halaman 83-86.

Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta : PT Pustaka Antar Nusa, Tahun 1994, Cetakan kedua, halaman 247.


Tag : , ,

MAKALAH ILMU QIROATUL QQUR'AN

 MAKALAH

ILMU QIROAT


Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ulumul Quran


Dosen Pengampu : Wawan Mulyawan, M.Si


Kelompok 2 :


1. Prayogo Adiguno Arief

2. Dini S. Sadiyah

3. Farid Abdurrasyid

4. Sahid Fahmi Akbar

5. Nur Nawiroh


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


TAHUN AJARAN 2020-2021

UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA


Jalan Mayasih No.11, Cigugur, Kec. Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat 45552


KATA PENGANTAR


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kita

ucapkan. Atas rahmat dan karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya kami

dapat menyelesaikan makalah ini. Shawalat serta salam tercurah pada Rasulullah SAW.

Semoga syafaatnya mengalir pada kita kelak. Aamiin.

Makalah dengan judul “Ilmu Qiraat” dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah Ulumul

Quran.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu

penyelesaian makalah Ulumul Quran.

Penulis juga berharap agar isi makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan penulisan. Kritik

yang terbuka dan membangun sangat penulis nantikan demi kesempurnaan makalah.

Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan. Terima kasih atas semua pihak yang

membantu penyusunan dan membaca makalah ini.


Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Kuningan, 20 Maret 2021


Penulis


I


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR .........................................................................................................I

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... II

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................1

A. Latar Belakang .........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................1

C. Tujuan ......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................2

A. Pengertian Qiroat ......................................................................................................2

B. Sejarah Perkembangan Qiraat ...................................................................................3

C. Pembagian Qira’at dan Macam-macamnya ............................................................6

BAB III PENUTUP ............................................................................................................8

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... III


II


BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Qira’at merupakan salah satu cabang ilmu dalam ‘Ulum al-Qur’an, namun tidak

banyak orang yang tertarik kepadanya, kecuali orang-orang tertentu saja, biasanya kalangan

akademik. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu, di antaranya adalah, ilmu ini tidak

berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari, tidak seperti

ilmu fiqih, hadis, dan tafsir misalnya,yang dapat dikatakan berhubungan langsung dengan

kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan ilmu qira’at tidak mempelajari masalah-masalah

yang berkaitan secara langsung dengan halal-haram atau hukum-hukum tertentu dalam

kehidupan manusia.

Selain itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus diketahui

oleh peminat ilmu qira’at ini, yang terpenting adalah pengenalan al-Qur’an secara mendalam

dalam banyak seginya, bahkan hafal sebagian besar dari ayat-ayat al-Qur’an merupakan

salah satu kunci memasuki gerbang ilmu ini; pengetahuan bahasa Arab yang mendalam dan

luas dalam berbagai seginya, juga merupakan alat pokok dalam menggeluti ilmu ini,

pengenalan berbagai macam qiraat dan para perawinya adalah hal yang mutlak bagi pengkaji

ilmu ini. Hal-hal inilah – barangkali – yang menjadikan ilmu ini tidak begitu populer.


B. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Ilmu Qiroat

2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Qiroat


C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Ilmu Qiraat

2. Mengetahui Sejarah Perkembangan Ilmu Qiroat

3. Mengetahui macam-macam dan pembagian Ilmu Qiroat

4. Mengetahui manfaat Ilmu Qiroat


1


BAB II

PEMBAHASAN


A. Pengertian Qiraat

Menurut bahasa, qira’at (قراءات (adalah bentuk jamak dari qira’ah (قراءة (yang

merupakan isim masdar dari qaraa (قرأ ,(yang artinya bacaan. Pengertian qira’at menurut

istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan makna dan sisi pandang yang

dipakai oleh ulama tersebut. Berikut ini akan diberikan dua pengertian qira’at menurut

istilah. Qira’at menurut al-Zarkasyi merupakan perbedaan lafal-lafal al-Qur'an, baik

menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut, sepeti takhfif,

tasydid dan lain-lain. Dari pengertian di atas, tampaknya al-Zarkasyi hanya terbatas pada

lafal-lafal al-Qur'an yang memiliki perbedaan qira’at saja. Ia tidak menjelaskan bagaimana

perbedaan qira’at itu dapat terjadi dan bagaimana pula cara mendapatkan qira’at itu.


Ada pengertian lain tentang qira’at yang lebih luas daripada pengertian dari al-

Zarkasyi di atas, yaitu pengertian qira’at menurut pendapat al-Zarqani. Al-Zarqani


memberikan pengertian qira’at sebagai : “Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam dari

para imam qurra’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’an al-Karim


dengan kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-

huruf ataupun pengucapan bentuknya.”


Ada beberapa kata kunci dalam membicarakan qiraat yang harus diketahui. Kata kunci

tersebut adalah qira’at, riwayat dan tariqah. Berikut ini akan dipaparkan pengetian dan

perbedaan antara qira’at dengan riwayat dan tariqah, sebagai berikut :

Qira’at adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari qurra’ yang tujuh,

sepuluh atau empat belas; seperti qira’at Nafi’, qira’at Ibn Kasir, qira’at Ya’qub dan lain

sebagainya.


2


B. Sejarah Perkembangan Qiraat

Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan ilmu qira’at ini dimulai dengan

adanya perbedaan pendapat tentang waktu mulai diturunkannya qira’at. Ada dua pendapat

tentang hal ini; Pertama, qira’at mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya

al-Qur’an. Alasannya adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Qur’an adalah Makkiyah

di mana terdapat juga di dalamnya qira’at sebagaimana yang terdapat pada surat-surat

Madaniyah. Hal ini menunjukkan bahwa qira’at itu sudah mulai diturunkan sejak di Makkah.


Kedua, qira’at mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa Hijrah, dimana orang-

orang yang masuk Islam sudah banyak dan saling berbeda ungkapan bahasa Arab dan


dialeknya. Pendapat ini dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam

kitab shahihnya, demikian juga Ibn Jarir al-Tabari dalam kitab tafsirnya. Hadis yang panjang

tersebut menunjukkan tentang waktu dibolehkannya membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf

adalah sesudah Hijrah, sebab sumber air Bani Gaffar – yang disebutkan dalam hadis

tersebutterletak di dekat kota Madinah.

Kuatnya pendapat yang kedua ini tidak berarti menolak membaca surat-surat yang

diturunkan di Makkah dalam tujuh huruf, karena ada hadis yang menceritakan tentang

adanya perselisihan dalam bacaan surat al-Furqan yang termasuk dalam surat Makkiyah,

jadi jelas bahwa dalam surat-surat Makkiyah juga dalam tujuh huruf.

Ketika mushaf disalin pada masa Usman bin Affan, tulisannya sengaja tidak diberi

titik dan harakat, sehingga kalimat-kalimatnya dapat menampung lebih dari satu qira’at yang

berbeda. Jika tidak bisa dicakup oleh satu kalimat, maka ditulis pada mushaf yang lain.

Demikian seterusnya, sehingga mushaf Usmani mencakup ahruf sab’ah dan berbagai qira’at

yang ada.

Periwayatan dan Talaqqi (si guru membaca dan murid mengikuti bacaan tersebut) dari


orang-orang yang tsiqoh dan dipercaya merupakan kunci utama pengambilan qira’at al-

Qur’an secara benar dan tepat sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepada para


sahabatnya. Para sahabat berbeda-beda ketika menerima qira’at dari Rasulullah. Ketika

Usman mengirimkan mushaf-mushaf ke berbagai kota Islam, beliau menyertakan orang

yang sesuai qiraatnya dengan mushaf tersebut.


3


Qira’at orang-orang ini berbeda-beda satu sama lain, sebagaimana mereka mengambil

qira’at dari sahabat yang berbeda pula, sedangkan sahabat juga berbeda-beda dalam

mengambil qira’at dari Rasulullah SAW.

Dapat disebutkan di sini para Sahabat ahli qira’at, antara lain adalah : Usman bin

Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Ibn Mas’ud, Abu al-Darda’,

dan Abu Musa al-‘Asy’ari. Para sahabat kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri

Islam dengan membawa qira’at masing-masing. Hal ini menyebabkan berbeda-beda juga

ketika Tabi’in mengambil qira’at dari para Sahabat. Demikian halnya dengan Tabiut-tabi’in

yang berbeda-beda dalam mengambil qira’at dari para Tabi’in.

Ahli-ahli qira’at di kalangan Tabi’in juga telah menyebar di berbagai kota. Para

Tabi’in ahli qira’at yang tinggal di Madinah antara lain : Ibn al-Musayyab, ‘Urwah, Salim,

Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman dan’Ata’ (keduanya putra Yasar), Muadz bin Harits yang

terkenal dengan Mu’ad al-Qari’, Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj, Ibn Syihab al-Zuhri,

Muslim bin Jundab dan Zaid bin Aslam.Yang tinggal di Makkah, yaitu: ‘Ubaid bin’Umair,

‘Ata’ bin Abu Rabah, Tawus, Mujahid, ‘Ikrimah dan Ibn Abu Malikah. Tabi’in yang tinggal

di Kufah, ialah : ‘Alqamah, al-Aswad, Maruq, ‘Ubaidah, ‘Amr bin Surahbil, al-Haris bin


Qais,’Amr bin Maimun, Abu Abdurrahman al-Sulami, Said bin Jabir, al-Nakha’i dan al-

Sya'bi. Sementara Tabi’in yang tinggal di Basrah , adalah Abu ‘Aliyah, Abu Raja’, Nasr bin


‘Asim, Yahya bin Ya’mar, al-Hasan, Ibn Sirin dan Qatadah. Sedangkan Tabi’in yang tinggal

di Syam adalah : al-Mugirah bin Abu Syihab al-Makhzumi dan Khalid bin Sa’d.

Keadaan ini terus berlangsung sehingga muncul para imam qiraat yang termasyhur,

yang mengkhususkan diri dalam qira’at – qira’at tertentu dan mengajarkan qira’at mereka

masing-masing. Perkembangan selanjutnya ditandai dengan munculnya masa pembukuan

qira’at. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu

qira’at adalah Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam yang wafat pada tahun 224 H. Ia

menulis kitab yang diberi nama al-Qira’at yang menghimpun qiraat dari 25 orang perawi.

Pendapat lain menyatakan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu qiraat adalah

Husain bin Usman bin Tsabit al-Baghdadi al-Dharir yang wafat pada tahun 378 H. Dengan

demikian mulai saat itu qira’at menjadi ilmu tersendiri dalam ‘Ulum al-Qur’an.


4


Menurut Sya’ban Muhammad Ismail, kedua pendapat itu dapat dikompromikan.

Orang yang pertama kali menulis masalah qiraat dalam bentuk prosa adalah al-Qasim bin

Salam, dan orang yang pertama kali menullis tentang qira’at sab’ah dalam bentuk puisi

adalah Husain bin Usman al-Baghdadi.Pada penghujung Abad ke III Hijriyah, Ibn Mujahid

menyusun qira’at Sab’ah dalam kitabnya Kitab al-Sab’ah. Dia hanya memasukkan para

imam qiraat yang terkenal siqat dan amanah serta panjang pengabdiannya dalam

mengajarkan al-Qur’an, yang berjumlah tujuh orang. Tentunya masih banyak imam qira’at

yanng lain yang dapat dimasukkan dalam kitabnya.

Ibn Mujahid menamakan kitabnya dengan Kitab al-Sab’ah hanyalah secara kebetulan,

tanpa ada maksud tertentu. Setelah munculnya kitab ini, orang-orang awam menyangka

bahwa yang dimaksud dengan ahruf sab’ah adalah qira’at sab’ah oleh Ibn Mujahid ini.

Padahal masih banyak lagi imam qira’at lain yang kadar kemampuannya setara dengan

tujuh imam qira’at dalam kitab Ibn Mujahid

Abu al-Abbas bin Ammar mengecam Ibn Mujahid karena telah mengumpulkan qira’at

sab’ah. Menurutnya Ibn Mujahid telah melakukan hal yang tidak selayaknya dilakukan,

yang mengaburkan pengertian orang awam bahwa Qiraat Sab’ah itu adalah ahruf sab’ah

seperti dalam hadis Nabi itu. Dia juga menyatakan, tentunya akan lebih baik jika Ibn

Mujahid mau mengurangi atau menambah jumlahnya dari tujuh, agar tidak terjadi syubhat.

Banyak sekali kitab-kitab qiraat yang ditulis para ulama setelah Kitab Sab’ah ini. Yang

paling terkenal diantaranya adalah : al-Taysir fi al-Qira’at al-Sab’i yang diisusun oleh Abu

Amr al-Dani, Matan al-Syatibiyah fi Qira’at al-Sab’i karya Imam al-Syatibi, al-Nasyr fi

Qira’at al-‘Asyr karya Ibn al-Jazari dan Itaf Fudala’ al-Basyar fi al-Qira’at al-Arba’ah

‘Asyara karya Imam al-Dimyati al-Banna. Masih banyak lagi kitab-kitab lain tentang qira’at

yang membahas qiraat dari berbagai segi secara luas, hingga saat ini. Dunia dan isinya, yaitu

berbagai hal yang bersifat material (harta, kedudukan) yang ingin dimiliki manusia sebagai

kebutuhan dalam melangsungkan hidupnya (agar bahagia).

1. Manusia selain mendatangkan kebaikan, manusia dapat mengakibatkan keburukan,

seperti istri, anak. Karena kecintaan kepada mereka, misalnya, dapat melalaikan

manusia dari kewajibannya terhadap Alloh dan terhadap sesama.


5


2. Setan (iblis). Setan adalah musuh manusia yang paling nyata, ia menggoda manusia

melalui batinnya untuk berbuat jahat dan menjauhi Tuhan.

3. Nafsu, nafsu ada kalanya baik (muthmainnah) dan ada kalanya butuk (amarah) akan

tetapi nafsu cenderung mengarah kepada keburukan (Asmaran, 1992 : 131 – 140).

C. Pembagian Qira’at dan Macam-macamnya

Ibn al-Jazari, sebagaimana dinukil oleh al-Suyuti, menyatakan bahwa qira’at dari segi sanad

dapat dibagi menjadi 6 (enam) macam, yaitu :

1. Qira’at Mutawatir

Qira’at Mutawatir adalah qira’at yang diriwayatkan oleh orang banyak dari banyak orang

yang tidak mungkin terjadi kesepakatan diantara mereka untuk berbuat kebohongan.

Contoh untuk qira’at mutawatir ini ialah qira’at yang telah disepakati jalan perawiannya

dari imam Qiraat Sab’ah

2. Qira’at Masyhur

Qira’at Masyhur adalah qira’at yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah

SAW. diriwayatkan oleh beberapa orang yang adil dan kuat hafalannya, serta qira’at -nya

sesuai dengan salah satu rasam Usmani; baik qira’at itu dari para imam qira’at sab’ah,

atau imam Qiraat’asyarah ataupun imam-imam lain yang dapat diterima qira’at -nya dan

dikenal di kalangan ahli qira’at bahwa qira’at itu tidak salah dan tidak syadz, hanya saja

derajatnya tidak sampai kepada derajat Mutawatir. Misalnya ialah qira’at yang

diperselisihkan perawiannya dari imam qira’at Sab’ah, dimana sebagian ulama

mengatakan bahwa qira’at itu dirawikan dari salah satu imam qira’at Sab’ah dan sebagian

lagi mengatakan bukan dari mereka.Dua macam qira’at di atas, qira’at Mutawatir dan

qira’at Masyhur, dipakai untuk membaca al-Qur’an, baik dalam shalat maupun diluar

shalat, dan wajib meyakini ke-Qur’an-annya serta tidak boleh mengingkarinya

sedikitpun.

3. Qira’at Ahad

Qira’at Ahad adalah qiraat yang sanadnya bersih dari cacat tetapi menyalahi rasam

Utsamani dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Juga tidak terkenal di kalangan

imam qiraat. Qira’at Ahad ini tidak boleh dipakai untuk membaca al-Qur’an dan tidak

wajib meyakininya sebagai al-Qur’an.


6


4. Q ira’at Syazah

Qira’at Syazah adalah qira’at yang cacat sanadnya dan tidak bersambung sampai

kepada Rasulullah SAW. Hukum Qiraat Syazah ini tidak boleh dibaca di dalam

maupun di luar sholat. Qira’at Syazah dibagi lagi dalam 5 (lima) macam, sebagai

berikut :

a) Ahad, yaitu qira’at yang sanadnya sahih tetapi tidak sampai mutawatir dan

menyalahi rasam Usmani atau kaidah bahasa Arab.

b) Syaz, yaitu qira’at yang tidak mempunyai salah satu dari rukun yang tiga.

c) Mudraj, yaitu qira’at yang ditambah dengan kalimat lain yang merupakan tafsirnya.

d) Maudu’, yaitu qira’at yang dinisbahkan kepada orang yang mengatakannya

(mengajarkannya) tanpa mempunyai asal usul riwayat qiraat sama sekali.

e) Masyhur, yaitu qira’at yang sanadnya shahih tetapi tidak mencapai derajat

mutawatir serta sesuai dengan kaeidah tata bahasa Arab dan Rasam Usmani.

Dari segi jumlah, macam-macam qira’at dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam qiraat yang

terkenal, yaitu :

1. Qira’at Sab’ah, adalah qira’at yang dinisbahkan kepada para imam Qurra’ yang tujuh

yang termasyhur. Mereka adalah Nafi’, Ibn KAsir, Abu Amru, Ibn Amir, Ashim, Hamzah

dan Kisa’i.

2. Qira’at ‘Asyarah, adalah qira’at Sab’ah di atas ditambah dengan tiga qiraat lagi, yang

disandarkan kepada Abu Ja’far, Ya’kub dan Khalaf al-‘Asyir.

3. Qira’at Arba’ ‘Asyarah, adalah qira’at ‘Asyarah lalu ditambah dengan empat qiraat lagi

yang disandarkan kepada Ibn Muhaisin, Al-Yazidi, Hasan al-Bashri dam al-A’masy.


7


BAB III

PENUTUP


A. Kesimpulan

Dari kajian yang penulis paparkan diatas terlihat jelas bahwa Al Quran dapat

dibaca dengan varian qiraat yang berbeda dengan silsilah sanad yang bersambung

kepada Rasulullah Saw, fakta ini menunjukkan bahwa Al Quran terjaga keasliannya

dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Dalam kajian ini juga kita dapat melihat

usaha dan kerja keras Ulama dalam mentransformasikan qiraat serta

mengkodifikasinya sehingga dapat dipelajari secara riwayah dan dirayah. Ditambah

lagi bahwa riwayat mutawatirah yang sampai kepada kita berjumlah sepuluh (qiraah

„asyrah) boleh dibaca dalam salat dan dihitung sebagai ibadah ketika membacanya.


8


DAFTAR PUSTAKA


As-Salahi, Subhi, 2001, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an, Jakarta, Pustaka Firdaus.

Tag : , ,

MAKALAH IJAZUL QURAN

MAKALAH

 IJAZUL QURAN


Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah

ULUMUL QURAN





Dosen : Wawan Mulyawan, M.Si


Di susun oleh :


1. Deden Nurdiansyah

2. Evi Apriani

3. Yeni Rohmawati

4. Yohan Khaerul

5. M. Didin H

6. Nurkhaliza



PROGRAM STUDI PAI

FAKULTAS ILMU KEISLAMAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA KUNINGAN



KATA PENGANTAR


Bismillahirohmanirrohiim Assalamu’alaikum warohmatullohi wa barokaatuh             

Segala puji dan syukur kehadirat Alloh ‘azza wajala Robb semesta alam karena atas hidayah dan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, insya Alloh. Sholawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasalam serta segenap keluarga dan sahabatnya serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.             

Makalah yang membahas tentang Kemu’jizatan al-Quran ini, mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi mahasiswa semua, meskipun dalam penyusunannya jauh dari kesempurnaan, akan tetapi tanpa mengurangi rasa hormat kami, penyusun juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun baik dari dosen mata kuliah maupun dari mahasiswa sekalian.             

Kesempurnaan dan kebenaran itu hanya dari Alloh ‘azza wajala sedangkan kesalahan dan kekurangan adalah dari manusia kami pribadi. 

Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh 



Kuningan, 29 Mei 2021



Penyusun







DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULAN 1

A.  Latar Belakang 1

 B.  Rumusan Masalah 1

C. Tujuan Penulisan 1

BAB II PEMBAHASAN 2

A. Pengertian Ijazul Quran 2

B. Macam-macam Ijazul Quran 2

C. Kadar Kemukjizatan 3

D. Tujuan Ijazul Quran

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA










BAB I 

PENDAHULUAN


 A.    Latar Belakang Masalah 

Dalam kehidupan ini, kita sering menilai sesatu itu mustahil karena akal manusia yang terbatas dan terpaku dengan hukum-hukum alam atau hukum sebab akibat yang telah kita ketahui. Sehingga kita sering menolak suatu yang tidak sejalan dengan logika atau hukum yang berlaku. Manusia dengan akal yang dimilikinya tidak mampu merenungkan ciptaan Allah di muka bumi dan di alam semesta. Mereka tidak mencoba untuk menyempatkan diri mentadabburi kebesaran Tuhan yang terlukis pada alam semesta. Sehingga Allah mengutus setiap rasul pada kaumnya. Kemudian bersamaan dengan itu Allah bekali setiap rasul dengan mukjizat sebagai tandingan terhadap kemampuan diluar kebiasaan yang berkembang ditengah-tengah kaumnya. 

Kemampuan luar biasa atau yang lebih sering dikenal sebagai mukjizat yang dimiliki oleh setiap rasul untuk menandingi dan mengalahkan kemampuan luar biasa yang ada di kaum mereka sehingga dengan adanya itu mereka tidak sanggup melawan dan muncullah perasaan lemah dalam diri mereka yang pada akhirnya membawa mereka pada keimanan dengan risalah yang dibawa oleh rasul. Pembicaraan tentang kemukjizatan al-Quran merupakan suatu mukjizat tersendiri, dimana para peneliti tidak bisa mencapai kesempurnaan dari setiap sisi-sisi kemukjizatannya. Dan berbagai pertanyaan lainnya seputar kemukjizatan Alquran akan penulis coba paparkan jawabannya dalam makalah sederhana ini. Semoga ke depan makalah ini dapat memberi pencerahan bagi kita semua. 

B. Rumusan masalah

a. Apa yang dimaksud dengan ijazul quran ?

b. Apa saja macam-macam ijazul quran ?

c. Apa kadar kemukjizatan quran ?

d. Apa tujuan ijazul quran ?



C. Tujuan Penulisan

a. Mengetahui definisi ijazul quran 

b. Mengetahui macam-macam ijazul quran 

c. Mengetahui kadar kemukjizatan quran

d. Mengetahui tujuan ijazul quran





















BAB II

PEMBAHASAN


A. Pengertian I’jazul Qur’an 

I’jaz (kemukjizatan) adalah penetapan kelemahan. Kelemahan menurut pengertian umum adalah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari kemampuan. Apabila kemukjizatan telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mu’jiz (sesuatu yang melemahkan), yang dimaksud dengan i’jaz ialah menampakkan kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakkan kelemahan orang Arab untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu al-Qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Rasulullah telah meminta orang Arab menandingi Qur’an dalam tiga tahapan:

  1. Menantang mereka dengan seluruh Qur’an dalam uslub umum yang meliputi orang Arab sendiri dan orang lain, manusia mereka secara padu melalui Firman Allah : 

قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَىٰ أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَٰذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا

  Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".

  1. Menantang mereka dengan sepuluh surah saja dari Qur’an dalam firman Allah : 


أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

فَإِلَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا أُنْزِلَ بِعِلْمِ اللَّهِ وَأَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: "(kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar". Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu Maka Ketahuilah, Sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, Maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)? (QS. Hud: 13-14)

  1. Menantang mereka dengan satu surah saja dari Qur’an dalam firman Allah: 


أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar." (QS. Yunus : 38) 

Kelemahan orang Arab untuk menandingi Qur’an padahal mereka memiliki faktor-faktor dan potensi untuk itu, merupakan bukti tersendiri bagi kelemahan bahasa Arab di masa bahasa ini berada pada puncak keremajaan dan kejayaannya.

Kemukjizatan Qur’an bagi bangsa-bangsa lain tetap berlaku di sepanjang zaman dan akan selalu ada dalam posisi tantangan yang tegar. Misteri-misteri alam yang disingkap oleh ilmu pengetahuan modern hanyalah sebagian dari fenomena hakikat-hakikat tinggi yang terkandung dalam misteri alam wujud yang merupakan bukti bagi eksistensi pencipta dan perencanaannya. 

B. Macam-macam I’jazul Qur’an 

Dalam menjelaskan macam-macam I’jazil Qur’an para ulama berbeda pendapat. Hal ini disebabkan karena perbedaan tinjauan masing-masing, di antaranya yaitu :

Dr. Abd. Rozzaq Naufal, dalam kitab Al-I’jazu al-Adadi Lil Qur’anil Karim menerangkan bahwa i’jazil Qur’an itu ada 4 macam, adalah sebagai berikut : 

  1. Al-I’jazul Balaghi yaitu kemukjizatan segi sastra balaghahnya, yang muncul ada pada masa peningkatan mutu sastra Arab. 

  2. Al-I’jazut Tasyri’i yaitu kemukjizatan segi pensyariatan hukum-hukum ajarannya yang muncul pada masa penetapan hukum-hukum syari’at Islam. 

  3. Al-I’jazul Ilmu yaitu kemukjizatan segi ilmu pengetahuan, yang muncul pada masa kebangkitan ilmu dan sains di kalangan umat Islam. 

  4. Al-I’jazul Adadi, yaitu kemukjizatan segi quantity / matematis, statistik yang muncul pada abad ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang.

Imam al-Khotthoby (wafat 388 H) dalam buku al-Bayan fi I’jazil Qur’an mengatakan bahwa kemukjizatan al-Qur’an itu terfokus pada bidang kebalaghahan saja. 

Imam al-Jahidh (w. 255 H) di dalam kitab Nudzumul Qur’an dan Hujajun Nabawiyah serta al-Bayan wa at-Tabyin menegaskan bahwa kemukjizatan al-Qur’an itu terfokus pada bidang susunan lafal-lafalnya saja, maksudnya, i’jazul Qur’an itu hanya satu macam saja, yaitu kemukjizatan susunannya dengan semboyan :

اِنَّ الاِعْجَازَ اِنَّمَا هُوَ فِى النَّطْمِ 

Moh. Ismail Ibrahim dalam buku yang berjudul Al-Qur’an wa I’jazihi al-Ilmi mengatakan, orang yang mengamati al-Qur’an dengan cermat, mereka akan mengetahui bahwa kitab itu merupakan gudang berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan, baik ilmu-ilmu lama maupun ilmu-ilmu baru.

C. Kadar kemukjizatan 

Golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa kemukjizatan itu berkaitan dengan keseluruhan Qur’an, bukan dengan sebagiannya atau dengan setiap surahnya secara lengkap. 

Sebagian ulama berpendapat sebagian kecil atau sebagian besar dari Qur’an, tanpa harus satu surah penuh, juga merupakan mukjizat berdasarkan firman Allah : Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar. (QS. At-Thur : 34) 

فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ

“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.”

Ulama yang lain berpendapat, kemukjizatan itu cukup hanya dengan satu surah lengkap sekalipun pendek, atau dengan ukuran satu surah, baik satu ayat atau beberapa ayat. 



D. Tujuan I’jazul Qur’an 

Dari pengertian yang telah diuraikan di atas, dapatlah diketahui bahwa tujuan i’jazul Qur’an itu banyak, di antaranya yaitu :

  1. Membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw yang membawa mukjizat kitab Al-Qur’an itu adalah benar-benar seorang Nabi dan Rasul Allah. Beliau diutus untuk menyampaikan ajaran-ajaran Allah SWT kepada umat manusia dan untuk mencanangkan tantangan supaya menandingi al-Qur’an kepada mereka yang ingkar. 

  2. Membuktikan bahwa kitab al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT, bukan buatan malaikat Jibril dan bukan tulisan Nabi Muhammad saw. Sebab pada kenyataannya mereka tidak bisa membuat tandingan seperti al-Qur’an sehingga jelaslah bahwa al-Qur’an itu bukan buatan manusia. 

  3. Menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghahnya bahasa manusia, karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa Arab tidak ada yang mampu mendatangkan kitab tandingan yang sama seperti al-Qur’an, yang telah ditantangkan kepada mereka dalam berbagai tingkat dan bagian al-Qur’an. 

  4. Menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yang tidak sebanding dengan keangkuhan dan kesombongannya. Mereka ingkar tidak mau beriman dan sombong tidak mau menerima kitab suci itu. 














BAB III

PENUTUP



A. KESIMPULAN 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa i’jazul Qur’an merupakan bagian terpenting dari Ulumul Qur’an, karena i’jazul Qur’an berfungsi sebagai pembawa kebenaran, bahwa al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw adalah murni dari Allah SWT dan tidak ada unsur-unsur apapun yang bisa menandingi arti dan makna yang terkandung dalam al-Qur’an walau satu ayat, sekalipun dia seorang pakar pujangga sastra dan ahli dalam seni bahasa Arab, dan kita wajib mengimani dan tidak boleh mengingkari kemurnian al-Qur’an. 





















DAFTAR PUSTAKA



Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, cet. 2, 2000.

Al-Khattan, Manna Khalil, Studi Ulumul Qur’an, Bogor: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2001

Read more: ILMU I’JAZUL QUR’AN ~ Kumpulan Makalah & Artikel https://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/12/ilmu-ijazul-quran.html#ixzz6wG95uv8Y





Tag : , ,

- Copyright © Indahnya Berbagi - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -